Victims of the Israeli occupation forces in the tenth day of their attacks on Gaza Strip - January 5, 2009
Uruknet
Jan 5, 2009
Pada tanggal 5 Januari 2009 tiga keluarga adalah massacred: Samuni, Abu Eisha, dan Al-Hilou.
Dari tujuh anggota keluarga Abu Eisha yang robek menjadi beberapa potong oleh shelling, kata pejabat medis di Rumah Sakit Ash-Shifa di Kota Gaza. Menurut medics orang tua dan lima anak-anak mereka dibunuh ketika Israel warships dimeriami mereka di rumah Al-Mashtal di wilayah utara Ash-kamp pengungsi Shati, di pantai barat Kota Gaza.
Petugas medis di rumah sakit Ash-Shifa juga dikonfirmasi pada Senin pagi dengan kematian tujuh orang, termasuk empat anak-anak dari semua anggota keluarga Samuni di lingkungan Zaytoun dari Kota Gaza. Anggota keluarga yang dikelola shelling diri yang diklaim lebih dari tujuh orang mungkin telah dibunuh. Jalal Samuni dari Ma'an berkata kepada wartawan di Rumah Sakit Ash-Shifa yang lebih dari 20 orang-orang kiri di dalam rumah yang telah bombarded, dan ia mengkhawatirkan bahwa banyak dari mereka dibunuh. Dia menjelaskan bahwa tetangga berkumpul di rumah Arafat Samuni yang datang ke daerah kemarin. Dia mengatakan bahwa pasukan Israel advancing kepada warga untuk tinggal di rumah mereka. Kemudian pasukan Israel dimeriami rumah, katanya.
Sebelumnya juga di daerah Zaytoun membunuh lima tahun gadis dan kakek itu, anggota Al-Hilou keluarga. The girl ibu yang terluka kritis. Semua korban telah diungsikan ke Rumah Sakit Ash-Shifa (Ma'an berita)
The Massacre Al-Samuni Keluarga
Samuni keluarga mengatakan: tentara Israel mengumpulkan 30 orang dari Al Samuni keluarga dalam satu rumah. Sepuluh keluarga berada di rumah dari suku yang sama. Banyak warga sipil dibunuh sebagai artileri kerang bombed rumah. Jumlah korban sekitar 14, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dan perempuan. Beberapa berada dalam kondisi kritis! Sameh A. Habeeb
Photo by AFP alestinian boys kneel over the bodies of Issa, left, Ahmed, center, and Mohamed Samouni, right.
Bagi saya, menjadi seorang ibu adalah sebuah anugerah terindah. Saya bisa menggambar apa saja pada sosok-sosok mungil yang telah Alloh SWT amanahkan pada saya. Menggambar pada sosok-sosok mungil tersebut hingga pada saatnya mereka memiliki hidup dan dunianya sendiri. Serta menggambar yang tidak digambarkan oleh ibu saya pada diri saya ataupun menghilangkannya.
Ibu adalah doa. Setiap kata yang terlintas ataupun terlisan adalah doanya. Bahagianya adalah bahagiaNya. Marahnya adalah marahNya. Sukanya adalah sukaNya. Sedihnya adalah sedihNya.
Ibu adalah memberi. Memberi cinta. Memberi kasih. Memberi sayang. Memberi ilmu. Memberi pengetahuan. Memberi segala yang ia punya, tanpa pernah mengharap segala balas juga kembali sekecil apapun.
Ibu adalah sandaran. Tempat mengeluarkan rasa. Tempat melepas penat. Tempat penghilang dahaga. Tempat bijak untuk sebuah energy baru.
Dan Rasulullah pun bersabda “..Ibumu, Ibumu, Ibumu..Ayahmu.”. Dan itulah gambaran ideal saya tentang sosok ibu.
Ketika kita menjadi ibu, adalah saatnya kita mengekspresikan diri. Mewujudkan segala mimpi juga impian yang pernah terlintas dalam benak kita sebelum menjadi ibu atau bahkan ketika kita masih kecil bermain ibu-ibuan. Aha , dan kini memang saatnya bagi saya untuk mewujudkan semuanya itu.
Saya ingin menjadi ibu yang terbaik bagi buah hati-buah hati saya. Menjadi ibu yang tidak memaksakan kehendak saya sebagai ibu mereka. Meskipun, seorang ibu cukup bisa berkuasa dengan posisinya sebagainya seorang ibu. Namun, saya lebih senang menjadi ibu yang menekankan pada kebebasan perpendapat, melalui dialog, juga argumentasi–setidaknya anak saya yang pertama sedang melakukan hal itu–.
Anak adalah jiwa. Mereka adalah amanah. Mereka punya hati juga rasa. Mereka juga punya ingin dan mimpi. Maka, saya sebagai ibunya sudah menjadi kewajiban saya untuk memfasilatasi semuanya dengan penuh tanggung jawab tentunya.
Dan kini, hampir empat tahun belakangan ini, saya telah menjadi ibu. Ibu dari kedua buah hati saya. Nadia dan Hasan. Memandang mereka adalah melenyapkan duka. Menatap mereka adalah menghadirkan suka. Dan ini adalah suatu keindahan tiada tara yang tak ingin saya gantikan dengan apapun.
Mengandung dan melahirkan mereka adalah saat-saat yang penuh perjuangan. Kelahiran keduanya sama-sama melalui operasi ceasar. Dan ini adalah suatu peristiwa yang sama sekali diluar kuasa juga keinginan saya. Ketika sebagian ibu, menginginkan jalan operasi untuk mempermudah mereka, namun bagi saya ini adalah hal yang paling menakutkan juga membahayakan diri saya. Hanya keyakinan saya berbicara lain, karena saya yakin Alloh SWT punya rencana indah untuk saya dengan melalui semuanya ini.
Kini, mereka sudah besar. Yang pertama, Nadia, berumur 3 tahun 7 bulan. Yang kedua, adiknya, Hasan, 1 tahun 10 bulan. Mereka adalah permaisuri dan raja bagi saya. Yang harus senantiasa dipenuhi segala keinginan dan perintahnya. Dan saya adalah primadona bagi keduanya yang senantiasa menjadi rebutan mereka.
Rasanya ketika bersama mereka, segala rasa berbaur menjadi satu. Segala cerita menjadi satu kesatuan yang tak dapat saya pisahkan. Dan itu saya namakan keajaiban.
Segala rasa itu hadir ketika saya berada di tengah-tengah mereka. Ketika mereka menangis dan memperebutkan perhatian saya J . Ketika mereka menginginkan saya untuk menggendong ataupun bercerita kepada mereka. Dan tak terkecuali ketika mereka secara bersamaan BAK (Buang Air Kecil) juga BAB (Buang Air Besar) bergantian .
Mmhh..uuffh itu adalah saat-saat yang sangat merepotkan sekaligus nikmat yang tak semua ibu dapat merasakannya. Dikarenakan saat ini saya melakukannya sendiri tanpa asisten pribadi yang siap membantu saya. Hingga saya sungguh-sungguh sangat menikmati hari-hari yang saya lalui bersama mereka.
Bercengkrama, tertawa, juga bercerita adalah saat-saat yang menggembirakan. Setidaknya tidak ada tangis yang menyertai kebersamaan kami J. Hanya ada canda dan tawa. Senyum dan celoteh mereka, yang menjadikan energy baru bagi saya untuk segala aktifitas harian yang saya kerjakan tanpa henti.
Namun, ketika mereka sakit, lemah dan tak berdaya adalah saat-saat yang paling menyesakkan. Hingga selalu saja kata “Ya Alloh, biar saya saja yang menggantikan mereka melalui sakit itu.” terlontar dari bibir saya.
Dan seorang ibu sangat dituntut menjadi kreatif kalau tidak mau disebut dengan jungkir balik J. Bagi saya, kedua buah hati saya adalah jiwa tanpa lelah. Saya harus dapat mencari kesenangan mereka yang baru jika tidak ingin mereka menangis karena bosan. Saya harus ekstra sabar dan lapang ketika mereka mulai membantu saya mengerjakan pekerjaan rumah. Karena biasanya bukan pekerjaan rumah yang menjadi selesai, namun, biasanya rumah menjadi tak karuan bentuknya J.
Dalam kebersamaan bersama mereka hampir 4 tahun ini. Bagi saya, mereka adalah guru. Mereka adalah pelatih. Mereka adalah penguji. Mereka banyak memberikan pelajaran yang berarti bagi saya. Dan sebagai seorang ibu, saya tak sungkan untuk mengakui semuanya itu, jika saya memang banyak belajar dari mereka.